Kamis, 12 Desember 2013

Meraup Untung dari Tumpukan Limbah Kertas


MedanBisnis - Medan. Kertas bekas pakai biasanya, cuma menjadi limbah dan sering dianggap tidak memberikan manfaat selain sebagi pembungkus semata. Tidak sedikit pula orang yang membakarnya karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomis.
Namun tidak di tangan Gindo Gultom, kertas bekas bisa menghasilkan jutaan rupiah setiap bulan. "Kebanyakan kertas-ini terbuang. Jadi kepikiran bagiamana agar bisa dimanfaatkan dan ada niat untuk membersihkan lingkungan," kata pemilik usaha kertas CV ELEKK, kepada MedanBisnis di Komplek Griya Marelan, Blok M, baru-baru ini.

Dia menuturkan mengumpulkan kertas bekas tersebut, awalnya hanya untuk menjaga kebersihan lingkungan. Bersama dengan anaknya Anju Marudut Gultom dengan bermodalkan becak dayung, mengumpulkan limbah-limbah kertas dari depan toko grosir dan bengkel di Jalan Titi Papan.

Kemudian limbah tersebut dipilah-pilah dan kemudian dijual ke pengumpul kecil. Usaha tanpa modal tersebut dimulainya hanya bermodalkan becak dayung. Setiap sore, keduanya selalu giat membersihknnya setiap sore. Limbah ini dipasarkannya ke pengumpul kecil, dengan harga seribuan per kilo.

Cercaan dan ejekan silih berganti diterimanya dan itu tidak digubris. Dari niat mulianya ini, mereka mampu meraup rupiah Rp 1 hingga Rp 2 jutaan per bulan. Hal ini berjalan selama dua bulan. Hingga akhirnya dia menemukan truk pengangkut limbah kertas, dan mengikutinya hingga ke pengumpul tunggal kertas limbah. Disini dia belajar secara otodidak bagaimana mensortir kertas bekas pakai itu.

Dari situ dia tahu ternyata ada delapan kategori kertas bekas pakai di tingkat pengumpul besar dan hanya empat kategori saja pada pengumpul kecil. Dengan perbedaan klasifikasi ini, harga pun berbeda. Misalnya saja untuk kategori polos per kilo mencapai Rp 2.800, sedangkan kategori paling rendah, dipatok sekira Rp 500 per kg. Harga berbeda jika dipasarkan melalui agen-agen kecil.

Bagi Gindo yang berprofesi sebagai guru di SMA, ada fikiran untuk menghasilkan rupiah, dengan cara mendaur ulang kertas - kertas bekas yang sudah dikenalnya selama beberapa tahun terakhir.

Sayangnya, proses daur ulang kertas belum populer di Medan, tidak seperti di Semarang. Berjalan tiga tahun, kegiatan yang dilakoni mantan guru transmigrasi SMA 1 Jaya Pura ini, semakin banyak yang mengikutinya.

Limbah kertas, yang awalnya didapatkan secara gratis, kini harus berebut dengan pengumpul kertas yang lain, bahkan untuk memperolehnya juga harus membelinya. Sasarannya tidak lagi pinggir jalan, toko grosir, bengkel melainkan percetakan, sekolah dan kantor.

Meski demikian, tidak membuatanya merasa tersaingi. Melainkan bangga, karena upaya untuk menjaga kebersihan lingkungan ternyata diikuti pihak lain. Bahkan dia memprediksi prospek dari bisnis kertas bekas ini akan selalu cerah, sepanjang masih ada kertas. Sejauh ini, Gindo mampu meraup omzet hingga Rp 4 juta perbulannya. Jumlah ini jauh lebih besar dari penghasilannya sebagai seorang guru.

"Peluangnya akan selalu ada, selama masih ada kertas. Hanya saja, sejak dua tahun terakhir tidak ada kenaikan harga, karena kertas ini dianggap sebagai limbah yang tidak ramah lingkungan," ujarnya seraya menambahkan, dia siap untuk berbagi ilmu dengan siapapun yang mau belajar tentang limbah kertas ini.

Guru kewirausahaan ini menyebutkan sebenarnya di Medan ini banyak peluang bisnis yang menjanjikan. Namun ini harus ditekuni tanpa gengsi dan juga harus sabar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar