Perkembangan dalam pengerjaan serta pengolahan kayu berjalan sangat
pesat, terlebih karena Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa terhadap
aneka jenis kayu. Mengenal material kayu dengan tujuan digunakan dan
dimanfaatkan, merupakan hal yang penting, baik bagi pengusaha yang bergerak
dalam bidang industri kayu, maupun pemakai kayu lainnya agar dalam
pemanfaatannya kayu dapat digunakan secara benar dan maksimal sehingga tidak terjadi
pemborosan penggunaan kayu dan pada akhirnya dapat mengurangi dampak buruknya
baik pada alam maupun bagi manusia yang menggunakannya. (Dumanauw,1990 : 7)
Dalam pemanfaatannya, kayu banyak digunakan sebagai material utama
pembuatan furniture serta sebagai bagian dari pondasi bangunan. Dalam pembuatan
furniture misalnya, kayu tersebut di olah menjadi potongan-potongan kayu yang
disesuaikan dengan bentuk furniture yang akan di buat. Sisa dari potongan kayu
tersebut biasanya berupa potongan kayu berukuran sedang dan kecil yang pada
akhirnya hanya di anggap sebagai limbah tidak bermanfaat dan di buang begitu
saja, kemudian berujung menjadi kayu bakar dan asapnya akan menghasilkan CO2
yang dapat mencemari lingkungan.
Setelah proses pemanfaatan kayu tersebut selesai, kemudian muncul
masalah lain baik dimasyarakatnya sendiri maupun pemanfaatannya kemudian di interior.
Masalah yang muncul di masyarakat adalah mengenai kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang bagaimana memanfaatkan limbah potongan kayu agar tidak
terbuang sia-sia dan dapat menjadi ide kreatif yang juga bermanfaat. Sedangkan
di interior sendiri, masalah yang timbul adalah bagaimana limbah potongan kayu
tersebut dapat dimanfaatkan secara tepat menjadi bagian dari furniture maupun
elemen pembentuk ruang, sehingga selain bermanfaat dari segi fungsi juga dapat
menambah keindahan interior itu sendiri.
Beberapa jenis kayu yang cukup dikenal di Indonesia antara lain,
kayu jati (bau zat penyamak), kayu ulin (bau keasam-asaman), kayu merbau, kayu
bintangur dan mahoni (agak berat dan agak keras), kayu pinus (agak berat,
lunak), kayu sonokeling dan sonokembang (mempunyai nilai dekoratif), kayu
sengon (daya tahan bakar kecil). Dari sekian banyak jenis kayu tersebut hanya
beberapa kayu yang banyak dikenal dan dimanfaatkan sebagai material pembuatan
furniture oleh masyarakat, antara lain kayu jati, kayu sonokeling, dan kayu
mahoni. (Kasmudjo, 2010 : 55)
Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu
dikatakan awet jika memiliki umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila
mampu menahan bermacam-macam faktor perusak kayu, seperti suhu dan kelembaban
udara, panas matahari, udara, air, pukulan, gesekan, tarikan, tekanan, pengaruh
garam, asam, dan basa, jamur penyerang kayu, serangga perusak kayu, lubang
serangga penggerek atau cacing laut. (J.F.Dumanauw, 1990 : 7)
Adapun tujuan pengawetan kayu antara lain untuk memperpanjang usia
keawetan kayu, dan memanfaatkan pemakaian jenis-jenis kayu yang berkelas
pengawetan rendah menjadi pengawetan yang sedang. (Kasmudjo, 2010 : 55)
Pengawetan kayu dibagi menjadi dua, yaitu pengawetan remanen atau
sementara dan pengawetan permanen. Pengawetan sementara bertujuan menghindari
serangan perusak kayu pada kayu basah dengan menggunakan bahan pengawet antara
lain NaPCP (Natrium Penthaclor Phenol), Gammexane, dan Borax. Pengawetan
permanen bertujuan menahan semua faktor perusak kayu dalam waktu selama mungkin
dengan menggunakan bahan pengawet seperti Creosot, Carbolineun, dan Napthaline.
(J.F.Dumanauw, 1990 : 7)
Limbah potongan kayu adalah sisa-sisa potongan kayu, seperti sisa
potongan kayu furniture yang sudah tidak terpakai lagi dan memiliki ukuran
serta bentuk yang bervariasi.
Limbah potongan kayu ini dapat ditemukan di pabrik-pabrik
pembuatan furniture. Biasanya limbah kayu ini berupa potongan dan serpihan.
Limbah potongan ini berupa papan-papan atau potongan-potongan kecil yang
masih dapat dilihat bentuknya. Sedangkan serpihan kayu merupakan sisa-sisa
proses pengolahan kayu baik pemotongan maupun penghalusan yang menghasilkan
bubuk-bubuk kayu. Saat ini, bubuk kayu telah banyak dimanfaatkan menjadi kayu
olahan seperti multipleks, blockboard, dan sebagainya, sedangkan potongan kayu
masih belum banyak dimanfaatkan (Kasmudjo, 2010 : 55).
Untuk mengolah limbah potongan kayu, langkah pertama adalah
membentuk menjadi papan kayu dan kemudian diaplikasikan pada furnitur dan
elemen pembentuk ruang di dalam interior.
Proses
pengolahan limbah potongan kayu menjadi papan kayu antara lain:
1. Potongan limbah kayu yang digunakan sebaiknya
merupakan limbah potongan kayu yang memiliki ukuran yang hampir sama. Oleh
karena itu, sebelum digunakan, sebaiknya limbah potongan kayu tersebut
diklasifikasikan terlebih dahulu menjadi beberapa ukuran.
2. Pada
bagian sisi potongan kayu saling didekatkan dan diluruskan dengan potongan kayu
lainnya.
3. Bagian sisi-sisi
kayu yang telah dicocokkan dan diluruskan kemudian di beri lem dan direkatkan.
Terdapat dua jenis lem yang dapat digunakan, yaitu lem alteco dan lem G (waktu
perekatan lebih cepat), serta lem racol atau rajawali putih (waktu perekatan
cukup lama).
4. Setelah
sambungan lem kering, dan kayu telah saling merekat menjadi sebuah papan kayu,
proses selanjutnya adalah pengetaman (dihaluskan dengan mesin ketam listrik).
Fungsi dari proses ini selain untuk meratakan dan meluruskan, juga untuk
membersihkan potongan kayu daari kotoran-kotoran ataupun sisa finishing
sebelumnya. Beberapa proses ketam, antara lain:
·
Ketam perata (surface planner). Merupakan mesin ketam dua sisi yang berfungsi
meratakan dua sisi papan kayu.
·
Ketam penebal (thicknesser). Merupakan mesin ketam yang berfungsi meratakan
pada dua sisi dan meluruskan pada dua sisi lainnya.
·
Ukuran ditentukan sesuai keperluan, lalu papan dipotong menggunakan gergaji
circle (circular saw) dengan sistem kerja gergaji mesin berada pada satu tempat
dan kayu tersebut yang didorong melewati gergaji.
·
Jika tidak terdapat mesin ketam listrik, dapat menggunakan mesin ketam manual
untuk meratakan dan gergaji manual untuk meluruskan. (I Made Westra, 1993 :
106)
Setelah melewati
beberapa proses tersebut, limbah potongan kayu telah menjadi sebuah papan kayu
yang memiliki tekstur dan warna yang berbeda-beda karena papan tersebut tak
hanya terdiri dari satu jenis kayu, melainkan dari beberapa jenis kayu.
Papan kayu yang
terdiri dari potongan-potongan kayu tersebut kemudian dapat dimanfaatkan
menjadi berbagai benda pakai pada interior suatu ruangan. Selain menambah
fungsi dari limbah potongan kayu tersebut, papan limbah potongan kayu ini juga
dapat menambah nilai estetis pada suatu benda. Hal ini karena papan memiliki
ciri-ciri yang berbeda dibandingkan dengan papan kayu biasa. Ciri-ciri tersebut
anatara lain adanya perbedaan beberapa warna kayu yang digunakan, arah serat
kayu yang berbeda-beda, dan bentuk serta ukuran kayu yang direkatkan juga
berbeda-beda.
Beberapa benda
pakai yang dapat dibuat menggunakan papan limbah potongan kayu:
·
Elemen pembentuk ruang : partisi atau pembatas dinding, plafon, pelapis
dinding, pelapis lantai.
·
Furniture : lemari pajang (storage), coffee table, Top table pada coffee table
·
Aksesoris interior (table lamp, standing lamp, kotak penyimpanan, dsb)
·
Elemen hias perabot (kursi, meja, lemari, dsb)
Finishing dilakukan pada akhir proses pengerjaan papan limbah potongan
kayu ini. tujuan finishing adalah untuk menghindarkan pengaruh kelembaban
udara, mencegah serangan hama dan jamur perusak, serta memperindah permukaan
papan limbah potongan kayu tersebut. Kualitas hasil finishing ini dapat dilihat
dari warna, kilap, kehalusan, dan sifat dekorasi (menarik, indah). (Kasmudjo,
2010 : 55)
Finishing dapat dilakukan menggunakan dua cara yaitu pengolesan dan penyemprotan.
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai finishing tergantung pada hasil
akhir yang diinginkan. Jika ingin menampakkan serat alami kayu, dapat digunakan
melamic dan politur. Tetapi jika serat kayu tersebut ingin ditutupi dan
menghaasilkan kayu yang halus, dapat menggunakan cat duco.
Limbah potongan kayu yang biasanya banyak dihasilkan oleh pabrik furniture
tak hanya akan menjadi limbah buangan semata jika masyarakat dapat mengetahui
cara pemanfaatannya agar menjadi benda yang memiliki fungsi kembali. Salah satu
cara pemanfaatannya adalah dengan mengolah kembali limbah potongan kayu
tersebut menjadi papan kayu yang kemudian dapat digunakan menjadi pelengkap
berbagai macam elemen interior. Kayu yang biasanya banyak digunakan pada
furniture seperti kayu jati, sonokeling, dan mahoni dapat dipadu padankan dan
menciptakan nilai estetis.
Limbah potongan kayu tersebut diproses kembali menjadi papan kayu dengan
proses perekatan dan perataan atau pengetaman. Setelah melalui proses tersebut,
limbah potongan kayu akan menjadi sebuah papan dari limbah potongan kayu yang
kemudian dapat dimanfaatkan dalam interior menjadi benda pakai seperti partisi,
top table, pelapis dinding, dan sebagainya.
Selain mengurangi pencemaran dari limbah, hal ini juga dapat berfungsi untuk
menaikkan nilai pakai dan nilai ekonomi suatu benda, sehingga jika cara
pengolahan limbah potongan kayu ini dapat diberdayakan di masyarakat, dapat
juga menaikkan taraf hidup masyarakat dengan menciptakan lahan pekerjaan baru
dari pengolahan limbah pabrik ini.
DAFTAR PUSTAKA
-Dumanauw, J.F.
1990. Pendidikan Industri Kayu Atas-Semarang Mengenal Kayu.Yogyakarta,Kanisius.
-Kasmudjo.
2010. Teknik Jitu Memilih Kayu untuk Aneka Penggunaan. Yogyakarta :
Cakrawala Media .
-Kristianto, M
Gani. 1993. Pendidikan Industri Kayu Atas Teknik Mendesain Perabot yang
Benar. Yogyakarta : Kanisius.
-Westra, I
Made. 1993. Pengetahuan Bahan dan Alat Industri Kerajinan Kayu. Jakarta
: Pusat Perbukuan, Depdikbud.
-http://ecointerior-isi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar